Bahan Galian Industri: Fosfat
“ Fosfat adalah bahan tambang yang sebagian besar dimanfaatkan untuk industri pembuatan pupuk kimia “
Fosfat merupakan salah satu bahan galian industri yang sangat berguna untuk pembuatan pupuk. Tahun 1992, sekitar 90%, konsumsi fosfat dunia dipakai untuk pembuatan pupuk, sedangkan sisanya dipakai oleh industri detergen dan makanan ternak. Di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini, konsumsi fosfat untuk pupuk, persentasenya antara 94 – 97%.
Sebagai negara agraris, Indonesia sangat membutuhkan penyediaan fosfat cukup banyak,
namun hampir seluruhnya diimpor. Pada tahun 1992 konsumsi fosfat mencapai 1,9 juta ton.
Kendala utama pemasokan fosfat di dalam negeri karena cadangan yang sedikit dan tersebar, sehingga impor fosfat diperkirakan akan tetap tinggi di tahun - tahun mendatang apabila penyelidikan cadangan fosfat yang baru belum menampakkan hasil.
Fosfat merupakan salah satu bahan galian industri yang sangat berguna untuk pembuatan pupuk. Tahun 1992, sekitar 90%, konsumsi fosfat dunia dipakai untuk pembuatan pupuk, sedangkan sisanya dipakai oleh industri detergen dan makanan ternak. Di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini, konsumsi fosfat untuk pupuk, persentasenya antara 94 – 97%.
Sebagai negara agraris, Indonesia sangat membutuhkan penyediaan fosfat cukup banyak,
namun hampir seluruhnya diimpor. Pada tahun 1992 konsumsi fosfat mencapai 1,9 juta ton.
Kendala utama pemasokan fosfat di dalam negeri karena cadangan yang sedikit dan tersebar, sehingga impor fosfat diperkirakan akan tetap tinggi di tahun - tahun mendatang apabila penyelidikan cadangan fosfat yang baru belum menampakkan hasil.
Apakah itu Fosfat?
Fosfat adalah batuan dengan kandungan fosfor yang ekonomis. Biasanya, kandungan fosfor dinyatakan sebagai bone phosphate of lime (BPL) atau triphosphate of lime (TPL), atau berdasarkan kandungan P2O5.Mula jadi batuan fosfat dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu fosfat batuan beku - apatit (igneous phosphate), sedimen (fosfat marin), dan guano.
Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan oksida fosfatnya terdapat dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama proses pembekuan magma. Kadang-kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan batuan beku alkali kompleks, terutama karbonit kompleks dan sienit.
1. Pengeringan dan Penggilingan
Endapan fosfat dengan kemurnian sangat tinggi cukup diolah dengan pengeringan hingga tingkat kelembaban tertentu, lalu digiling sesuai ukuran butir yang diinginkan konsumen.
2. Kalsinasi
Proses kalsinasi dilakukan untuk memperoleh fosfat dengan kandungan Al2O3 + Fe2O3 di
bawah 4%. yang bebas dari zat-zat organik, flour, dan karbon, pada temperatur 900 – 950°C.
3. Pencucian dengan Air
Pencucian dilakukan terhadap batuan fosfat berkadar tinggi dan mengandung lumpur yang
dapat mengakibatkan kadar Al2O3 dan Fe2O3 tinggi. Alat yang digunakan adalah log washer, thickener, ayakan (screen ), cyclone , pompa, dan alat pengering.
4. Flotasi
Cara flotasi digunakan terhadap batuan fosfat apatit atau collophanite untuk mengapungkan
mineral ikutannya. Alat yang dipakai adalah anionic, carboxylic acid atau oleic acid.
5. Volatilisasi
Volatilisasi dilakukan untuk membersihkan mineral fosfat dari senyawa aluminium dan besi
dengan proses reaksi kimia. Aluminium dan besi diubah menjadi AlCl3 dan FeCl3 yang bersifat volatile dengan cara penggerusan, pemanasan, dan pemasukan gas HCl.
6. Pencampuran (Blending)
Fosfat kadar rendah dapat dimanfaatkan setelah penambahan fosfat kadar tinggi pada rasio
tertentu, sehingga dicapai kadar yang diinginkan.
7. Pelarutan/Pelindihan (Leaching)
Pelindihan adalah untuk mengurangi kadar MgO dalam batuan fosfat tanpa mengurangi kadar fosfatnya. Apabila kadar MgO >0,3% akan timbul kesulitan dalam pembuatan asam fosfat. Pelindihan dilakukan dengan penambahan asam belerang, amonium, dan SO2.
Peralatan yang digunakan untuk pengolahan meliputi penampung bijih (bin), grizzly, ban
berjalan, penghancur (crusher mill), ayakan, pompa, alat flotasi, classifier, thickener, pengering, dan alat bantu lainnya.
dapat diolah dengan menambahkan asam untuk memperoleh berbagai produk fosfat :
a. Penambahan asam belerang menghasilkan superfosfat normal (0-18-0 sampai 0-20-0).
b. Proses kering asam fosforik, H3PO4 (0-52-0 sampai 0-54-0) menghasilkan asam superfosforik (0-68-0 sampai 0-72-0); pupuk cair; superfosfat kadar tinggi (P2O5 = 54%).
c. Penambahan asam fosforik akan menghasilkan triple superfosfat [pupuk TSP (0-44-0 sampai 0-46-0)], ditambah amonia menghasilkan monoammonium fosfat [pupuk MAP (11-48-0)], dan diamonium fosfat [DAP (18-46-0)].
d. Penambahan fosfat dengan asam nitrat akan menghasilkan pupuk nitro - fosfat.
Semua produk diatas mengandung water soluble P dan dapat digunakan secara tersendiri atau dikombinasikan dengan sejumlah potas untuk membentuk pupuk campuran.
Batuan fosfat yang dilebur dengan kokas dan silika akan menghasilkan produk:
1. Asam fosforik murni untuk imbuh makanan dan industri pasta gigi,
2. Sodium tripolyfosfat (STPP) untuk deterjen dan imbuh makanan,
3. Asam fosfor untuk water treatment,
4. Fosfor triklorid pestisida, penghambat api, plastizer untuk plastik dan rethanes.
Fosfat dipasarkan dengan berbagai kandungan P2O5, antara 4 – 42%. Sementara itu, tingkat uji pupuk fosfat ditentukan oleh jumlah kandungan N (nitrogen), P (fosfat atau P2O5), dan K (potas cair atau K2O).
Pemakaian fosfat untuk pupuk di Indonesia saat ini mencapai di atas 94%. Fosfat sebagai pupuk alam tidak cocok untuk tanaman pangan, karena tidak larut dalam air sehingga sulit diserap oleh akar tanaman pangan. Fosfat yang digunakan sebagai pupuk tanaman pangan perlu diolah menjadi pupuk buatan.
Spesifikasi Fosfat Pembuatan Pupuk
Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan oksida fosfatnya terdapat dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama proses pembekuan magma. Kadang-kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan batuan beku alkali kompleks, terutama karbonit kompleks dan sienit.
Fosfat karbonit kompleks banyak terdapat di Afrika Selatan, sedangkan fosfat dengan kandungan nefelin sienit terdapat di Kota Peninsula, CIS; Jacupiranga dan Araxa, Brazil; Sukulu Hill, Uganda; dan Glenover, Afrika Selatan. Endapan fosfat primer terbatas sehingga produksi dunia dari endapan tersebut hanya sekitar 15 – 20%.
Sebagian besar produksi fosfat dunia berasal dari endapan sedimen, seperti gamping fosfatan dan pasir fosfatan yang terdapat sepanjang pesisir kontinen bagian timur. Misalnya, endapan Miosen di bagian timur Amerika Serikat, mulai dari selatan Virginia, California Utara, Georgia sampai ke selatan Florida.
Endapan tersebut termasuk endapan primer material fosfatan akibat penaikan temperatur air atau pertemuan arus air bertemperatur hangat dan dingin, terutama di struktur cekungan dan sepanjang paparan berbentuk kubah (dome).
Sebagian besar produksi fosfat dunia berasal dari endapan sedimen, seperti gamping fosfatan dan pasir fosfatan yang terdapat sepanjang pesisir kontinen bagian timur. Misalnya, endapan Miosen di bagian timur Amerika Serikat, mulai dari selatan Virginia, California Utara, Georgia sampai ke selatan Florida.
Endapan tersebut termasuk endapan primer material fosfatan akibat penaikan temperatur air atau pertemuan arus air bertemperatur hangat dan dingin, terutama di struktur cekungan dan sepanjang paparan berbentuk kubah (dome).
Kandungan fosfat akan meningkat di suatu muara (estuaria) atau dekat muara sungai selama sejumlah organik dan nutrisi tumbuh terendapkan dan terkayakan oleh adanya daur ulang di dasar laut, seperti pelapukan dan pelindihan. Endapan Florida yang terkenal tersusun dari pebel berbagai ukuran, mulai dari pasir hingga gravel yang terbentuk dan terendapkan dalam arus purba atau lapisan estuaria.
Tipe endapan fosfat marin berasal dari himpunan endapan sedimen, seperti serpih, dolomit, rijang, diatome, garam, dan pasir karbonatan. Sebarannya sangat luas dan biasanya disusun oleh mineral frankolit dengan kandungan fosfat berupa nodule, kerangka fosfatan (material tulang), dan pasir fosfatan.
Tipe endapan fosfat marin berasal dari himpunan endapan sedimen, seperti serpih, dolomit, rijang, diatome, garam, dan pasir karbonatan. Sebarannya sangat luas dan biasanya disusun oleh mineral frankolit dengan kandungan fosfat berupa nodule, kerangka fosfatan (material tulang), dan pasir fosfatan.
Contoh jenis ini adalah endapan umur Kambrium di Australia, endapan Perm di bagian barat Amerika Serikat, endapan Kapur di Kolombia, endapan Eosin di bagian Barat dan Utara Afrika dan Timur Tengah, endapan Miosen di Peru, California, dan di Kara Tau, Uni Soviet.
Endapan lainnya adalah yang terbentuk pada kontinen stabil atau bagian dalam kontinen. Biasanya berasosiasi dengan gamping, dolomit, serpih, batu pasir glaukonit, seperti endapan pasir fosfatan yang terdapat di Tennesse dan serpih fosfatan di Arkansas.
Endapan fosfat guano terbentuk dari sisa kotoran burung laut atau kelelawar yang terhimpun dalam jumlah banyak. Fosfat guano dapat terubah menjadi lapisan batuan di bawah koral setelah mengalami pelindihan, seperti terdapat di Kepulauan Island dan Nauru, batuan gamping di Pulau Christmas, dan batuan volkanik di Senegal.
Batuan fosfat Guano sebarannya sangat terbatas, tidak memiliki pelapisan, dan berwarna gelap. Fosfat yang terbentuk dalam gua mempunyai kenampakkan fisik yang hampir sama dengan fosfat yang terdapat di daratan.
Jenis fosfat lainnya adalah koprolit, yaitu kumpulan fosfat yang berasal dari kerangka tulang, gigi, dan lainlain. Endapan fosfat jenis koprolit mengandung sejumlah kecil fosfat, bahkan apabila suatu produksi dimurnikan, cadangannya dapat menjadi lebih kecil lagi (susut). Produksi fosfat dunia dari endapan guano diperkirakan sekitar 2%.
Sebagian besar fosfat komersil yang berasal dari mineral apatit adalah kalsium fluo-fosfat dan kloro-fosfat dan sebagian kecil wavellite (fosfat aluminium hidros). Sumber lainnya tetapi dalam jumlah sedikit berasal dari jenis slag, guano, crandallite [CaAl3(PO4)2(OH)5.H2O], dan millisite (Na,K). CaAl6(PO4)4(OH)9.3H2O.
Sifat fisik yang dimilikinya : warna putih atau putih kehijauan, hijau, berat jenis 2,81 – 3,23 dan kekerasan 5H.
Di Indonesia, jumlah cadangan fosfat yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton dengan jenis endapan guano dan diperkirakan sekitar 9,6 juta ton fosfat marin. Keterdapatannya fosfat di Indonesia antara lain di Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan NTT. Tempat lainnya adalah Sumatera Utara, Kalimantan dan Papua.
guano yang ada berbentuk lensa - lensa, sehingga untuk penentuan jumlah cadangan, dibuat sumur uji pada kedalaman 2 – 5 m.
Endapan lainnya adalah yang terbentuk pada kontinen stabil atau bagian dalam kontinen. Biasanya berasosiasi dengan gamping, dolomit, serpih, batu pasir glaukonit, seperti endapan pasir fosfatan yang terdapat di Tennesse dan serpih fosfatan di Arkansas.
Endapan fosfat guano terbentuk dari sisa kotoran burung laut atau kelelawar yang terhimpun dalam jumlah banyak. Fosfat guano dapat terubah menjadi lapisan batuan di bawah koral setelah mengalami pelindihan, seperti terdapat di Kepulauan Island dan Nauru, batuan gamping di Pulau Christmas, dan batuan volkanik di Senegal.
Batuan fosfat Guano sebarannya sangat terbatas, tidak memiliki pelapisan, dan berwarna gelap. Fosfat yang terbentuk dalam gua mempunyai kenampakkan fisik yang hampir sama dengan fosfat yang terdapat di daratan.
Jenis fosfat lainnya adalah koprolit, yaitu kumpulan fosfat yang berasal dari kerangka tulang, gigi, dan lainlain. Endapan fosfat jenis koprolit mengandung sejumlah kecil fosfat, bahkan apabila suatu produksi dimurnikan, cadangannya dapat menjadi lebih kecil lagi (susut). Produksi fosfat dunia dari endapan guano diperkirakan sekitar 2%.
Sebagian besar fosfat komersil yang berasal dari mineral apatit adalah kalsium fluo-fosfat dan kloro-fosfat dan sebagian kecil wavellite (fosfat aluminium hidros). Sumber lainnya tetapi dalam jumlah sedikit berasal dari jenis slag, guano, crandallite [CaAl3(PO4)2(OH)5.H2O], dan millisite (Na,K). CaAl6(PO4)4(OH)9.3H2O.
Sifat fisik yang dimilikinya : warna putih atau putih kehijauan, hijau, berat jenis 2,81 – 3,23 dan kekerasan 5H.
Potensi dan Cadangan
Di dunia, cadangan fosfat berjumlah 12 miliar ton dan sumber daya sebesar 34 miliar ton. Jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah dengan ditemukannya endapan fosfat di Afrika Utara, Barat, dan Timur Tengah. Maroko, dan Sahara Barat; kemudian CIS, Afrika Selatan, Amerika Serikat, China, dan Yordania adalah negara yang memiliki cadangan fosfat terbesar di dunia.Di Indonesia, jumlah cadangan fosfat yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton dengan jenis endapan guano dan diperkirakan sekitar 9,6 juta ton fosfat marin. Keterdapatannya fosfat di Indonesia antara lain di Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan NTT. Tempat lainnya adalah Sumatera Utara, Kalimantan dan Papua.
Penambangan Fosfat
Di Indonesia, eksplorasi fosfat dimulai sejak tahun 1919. Umumnya, kondisi endapan fosfatguano yang ada berbentuk lensa - lensa, sehingga untuk penentuan jumlah cadangan, dibuat sumur uji pada kedalaman 2 – 5 m.
Selanjutnya adalah pengambilan contoh untuk dianalisis kandungan fosfatnya. Eksplorasi rinci juga dapat dilakukan dengan pemboran bilamana kondisi struktur geologi total diketahui.
Pada umumnya, sistem penambangan batu fosfat adalah tambang terbuka. Di beberapa negara tidak jarang diterapkan sistem tambang dalam, seperti di Rusia, Maroko, Tunisia, Mesir, dan Amerika Serikat. Di Indonesia tambang batu fosfat khususnya tipe guano menerapkan tambang bawah tanah dengan sistem gophering.
Pada tambang skala besar, dragline menjadi pilihan utama. Apabila lapisan penutup endapan terdiri dari material padat, pengupasan dapat dilakukan dengan peledakan.
Peralatan yang umum digunakan selain dragline, adalah scraper, pipa (slurry pipelines ), ban berjalan (belt conveyor), bucket wheel excavator (BWE), grabbing cranes, truk, dan alat bantu lainnya. Pada tambang skala kecil seperti yang dilakukan di Indonesia dipakai alat sederhana seperti linggis, cangkul, belincong, dan semacamnya.
flotasi, dan pengeringan, dan alat bantu penampung (bin), pompa hisap, cyclone, ban berjalan, grizzly, thickener, dan sejenisnya.
Proses pengolahan fosfat melalui beberapa tahap yang dijelaskan sebagai berikut : Fosfat hasil tambang dimasukkan ke dalam alat penghancur dan penghalus (crusher). Dengan proses basah, fosfat ukuran tertentu dialirkan untuk diklasifikasikan menjadi konsentrat solid (60 – 70%) dan sejumlah pengotor.
Konsentrat diolah dengan proses flotasi. Dengan penambahan reagen bahan bakar (fuel acid) dan asam gemuk (fatty acid), sisa mineral pengotor akan menempel pada reagen, sementara fosfatnya mengendap dan diproses pada klasifikasi tahap kedua.
Konsentrat hasil klasifikasi dimasukkan ke dalam alat pengering dan siap dipasarkan, sedangkan mineral pengotornya diproses kembali. Dalam hal khusus, pengolahan fosfat memiliki cukup banyak variasi, seperti di bawah ini:
Pada umumnya, sistem penambangan batu fosfat adalah tambang terbuka. Di beberapa negara tidak jarang diterapkan sistem tambang dalam, seperti di Rusia, Maroko, Tunisia, Mesir, dan Amerika Serikat. Di Indonesia tambang batu fosfat khususnya tipe guano menerapkan tambang bawah tanah dengan sistem gophering.
Pada tambang skala besar, dragline menjadi pilihan utama. Apabila lapisan penutup endapan terdiri dari material padat, pengupasan dapat dilakukan dengan peledakan.
Peralatan yang umum digunakan selain dragline, adalah scraper, pipa (slurry pipelines ), ban berjalan (belt conveyor), bucket wheel excavator (BWE), grabbing cranes, truk, dan alat bantu lainnya. Pada tambang skala kecil seperti yang dilakukan di Indonesia dipakai alat sederhana seperti linggis, cangkul, belincong, dan semacamnya.
Pengolahan Fosfat
Pengolahan fosfat meliputi penghancuran, penghalusan, pencucian, pengayakan, klasifikasi,flotasi, dan pengeringan, dan alat bantu penampung (bin), pompa hisap, cyclone, ban berjalan, grizzly, thickener, dan sejenisnya.
Proses pengolahan fosfat melalui beberapa tahap yang dijelaskan sebagai berikut : Fosfat hasil tambang dimasukkan ke dalam alat penghancur dan penghalus (crusher). Dengan proses basah, fosfat ukuran tertentu dialirkan untuk diklasifikasikan menjadi konsentrat solid (60 – 70%) dan sejumlah pengotor.
Konsentrat diolah dengan proses flotasi. Dengan penambahan reagen bahan bakar (fuel acid) dan asam gemuk (fatty acid), sisa mineral pengotor akan menempel pada reagen, sementara fosfatnya mengendap dan diproses pada klasifikasi tahap kedua.
Konsentrat hasil klasifikasi dimasukkan ke dalam alat pengering dan siap dipasarkan, sedangkan mineral pengotornya diproses kembali. Dalam hal khusus, pengolahan fosfat memiliki cukup banyak variasi, seperti di bawah ini:
1. Pengeringan dan Penggilingan
Endapan fosfat dengan kemurnian sangat tinggi cukup diolah dengan pengeringan hingga tingkat kelembaban tertentu, lalu digiling sesuai ukuran butir yang diinginkan konsumen.
2. Kalsinasi
Proses kalsinasi dilakukan untuk memperoleh fosfat dengan kandungan Al2O3 + Fe2O3 di
bawah 4%. yang bebas dari zat-zat organik, flour, dan karbon, pada temperatur 900 – 950°C.
3. Pencucian dengan Air
Pencucian dilakukan terhadap batuan fosfat berkadar tinggi dan mengandung lumpur yang
dapat mengakibatkan kadar Al2O3 dan Fe2O3 tinggi. Alat yang digunakan adalah log washer, thickener, ayakan (screen ), cyclone , pompa, dan alat pengering.
4. Flotasi
Cara flotasi digunakan terhadap batuan fosfat apatit atau collophanite untuk mengapungkan
mineral ikutannya. Alat yang dipakai adalah anionic, carboxylic acid atau oleic acid.
5. Volatilisasi
Volatilisasi dilakukan untuk membersihkan mineral fosfat dari senyawa aluminium dan besi
dengan proses reaksi kimia. Aluminium dan besi diubah menjadi AlCl3 dan FeCl3 yang bersifat volatile dengan cara penggerusan, pemanasan, dan pemasukan gas HCl.
6. Pencampuran (Blending)
Fosfat kadar rendah dapat dimanfaatkan setelah penambahan fosfat kadar tinggi pada rasio
tertentu, sehingga dicapai kadar yang diinginkan.
7. Pelarutan/Pelindihan (Leaching)
Pelindihan adalah untuk mengurangi kadar MgO dalam batuan fosfat tanpa mengurangi kadar fosfatnya. Apabila kadar MgO >0,3% akan timbul kesulitan dalam pembuatan asam fosfat. Pelindihan dilakukan dengan penambahan asam belerang, amonium, dan SO2.
Peralatan yang digunakan untuk pengolahan meliputi penampung bijih (bin), grizzly, ban
berjalan, penghancur (crusher mill), ayakan, pompa, alat flotasi, classifier, thickener, pengering, dan alat bantu lainnya.
Kegunaan dan Spesifikasi Fosfat
Fosfat adalah sumber utama unsur kalium dan nitrogen yang tidak mencair dalam air, tetapidapat diolah dengan menambahkan asam untuk memperoleh berbagai produk fosfat :
a. Penambahan asam belerang menghasilkan superfosfat normal (0-18-0 sampai 0-20-0).
b. Proses kering asam fosforik, H3PO4 (0-52-0 sampai 0-54-0) menghasilkan asam superfosforik (0-68-0 sampai 0-72-0); pupuk cair; superfosfat kadar tinggi (P2O5 = 54%).
c. Penambahan asam fosforik akan menghasilkan triple superfosfat [pupuk TSP (0-44-0 sampai 0-46-0)], ditambah amonia menghasilkan monoammonium fosfat [pupuk MAP (11-48-0)], dan diamonium fosfat [DAP (18-46-0)].
d. Penambahan fosfat dengan asam nitrat akan menghasilkan pupuk nitro - fosfat.
Semua produk diatas mengandung water soluble P dan dapat digunakan secara tersendiri atau dikombinasikan dengan sejumlah potas untuk membentuk pupuk campuran.
Batuan fosfat yang dilebur dengan kokas dan silika akan menghasilkan produk:
1. Asam fosforik murni untuk imbuh makanan dan industri pasta gigi,
2. Sodium tripolyfosfat (STPP) untuk deterjen dan imbuh makanan,
3. Asam fosfor untuk water treatment,
4. Fosfor triklorid pestisida, penghambat api, plastizer untuk plastik dan rethanes.
Fosfat dipasarkan dengan berbagai kandungan P2O5, antara 4 – 42%. Sementara itu, tingkat uji pupuk fosfat ditentukan oleh jumlah kandungan N (nitrogen), P (fosfat atau P2O5), dan K (potas cair atau K2O).
Pemakaian fosfat untuk pupuk di Indonesia saat ini mencapai di atas 94%. Fosfat sebagai pupuk alam tidak cocok untuk tanaman pangan, karena tidak larut dalam air sehingga sulit diserap oleh akar tanaman pangan. Fosfat yang digunakan sebagai pupuk tanaman pangan perlu diolah menjadi pupuk buatan.
Spesifikasi Fosfat Pembuatan Pupuk
Persyaratan pupuk fosfat alam berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII) nomor 0826
tahun 1983 adalah sebagai berikut :
P2O5 total min. 26%. a.b.d.k.
P2O5 larut dalam asam sitrat min. 3%
CaO min. 40%
H2O min. 20%
Al2O3 + Fe2O3 min. 3%
Kehalusan (-80 mesh) min. 60%
a.b.d.k. = asal berat dasar kering
Untuk pupuk fosfat buatan berlaku SII nomor 0029 tahun 1973, yaitu :
tahun 1983 adalah sebagai berikut :
P2O5 total min. 26%. a.b.d.k.
P2O5 larut dalam asam sitrat min. 3%
CaO min. 40%
H2O min. 20%
Al2O3 + Fe2O3 min. 3%
Kehalusan (-80 mesh) min. 60%
a.b.d.k. = asal berat dasar kering
Untuk pupuk fosfat buatan berlaku SII nomor 0029 tahun 1973, yaitu :
- SSPA (single super phosphate) : Fosfat larut dalam air (P2O5 min. 13%).
- DSPA (double super phosphate) : Fosfat larut dalam air (P2O5 min. 38%).
- TSP (triple super phosphate) : Fosfat larut dalam asam sitrat 2% (P2O5 min. 43%).
- Fosfat Bakar
Mutu I
Fosfat (P) merupakan suatu bahan utama nutrisi (Kalium dan Nitrogen), yang dalam pemakaiannya harus diolah dengan menambahkan asam, yang akan menghasilkan berbagai produk pupuk, berdasarkan persentase campuran nitrogen, fosfat dan potas cair.
Semua produk pupuk tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau dikombinasikan dengan sejumlah potas untuk membuat pupuk campuran atau pupuk kompon.
Dalam dunia perdagangan, fosfat dipasarkan dengan kandungan P2O5, antara 4 – 42%, dan nilai batuan fosfat lebih dari 20% P2O5. Penilaian kadar P2O5 ditentukan atas dasar BPL (Bone Phosphate of Lime) yang identik dengan prosentase Ca3(PO4)2, sekitar 2,1853 x persent P2O5.
Sampai saat ini, kegiatan pertambangan fosfat Indonesia masih terbatas di P. Jawa, walaupun indikasi keberadaan sumber daya fosfat terdapat pula di Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua. Sementara itu, produksi fosfat Indonesia sampai 1994 masih sangat kecil, hanya 445 ton.
- Fosfat larut dalam asam belerang (P2O5 min. 19%);
- Fosfat larut dalam asam sitrat 2% (P2O5 min. 80% larut dalam asam mineral;
- Kehalusan 80 mesh min. 90%.
Mutu II
Lime), yang identik dengan persen Ca3(PO4)2 Persen BPL = 2,1853 x persen P2O5. Persyaratan fosfat untuk pembuatan pupuk yang dipakai oleh PT Petrokimia Gresik adalah:
- Fosfat larut dalam asam belerang (P2O5 min. 11%);
- Fosfat larut dalam asam sitrat 2% (dihitung sebagai P2O5 ) min. 30% dari P2O5 yang larut dalam asam mineral.
- Kehalusan 80 mesh min. 90%.
Lime), yang identik dengan persen Ca3(PO4)2 Persen BPL = 2,1853 x persen P2O5. Persyaratan fosfat untuk pembuatan pupuk yang dipakai oleh PT Petrokimia Gresik adalah:
Fisik
Potas
Muriate of potash = KCl
KCl = K2O x 0,61
K2O =KCl x 1,64 atau K x 1,2051
K = K2O x 1,2046
Kalsium fosfat
BPL = Bone phosphate of lime
TCP = Tricalcium phosphate
TPL = Triphosphate of lime
P = P2O5 x 2,2914 atau BPL x 5,0072
P2O5 = P x 0,4346 atau BPL x 2,1852
BPL; TCP; TPL = P x 0,1997 atau P2O5 x 0,4576
Produksi fosfat Indonesia dalam kurun 1982 – 1994 mengalami penurunan, bahkan tahun 1994 hanya 445 ton. Salah satu penyebabnya adalah produksi yang tidak berkelanjutan karena cadangan yang sedikit dan tersebar.
- Warna : Coklat
- Bentuk : Butiran
- Ukuran : + 4 mesh maks. 0,75%
- ( lolos saringan) : + 200 mesh min. 96%.
Potas
Muriate of potash = KCl
KCl = K2O x 0,61
K2O =KCl x 1,64 atau K x 1,2051
K = K2O x 1,2046
Kalsium fosfat
BPL = Bone phosphate of lime
TCP = Tricalcium phosphate
TPL = Triphosphate of lime
P = P2O5 x 2,2914 atau BPL x 5,0072
P2O5 = P x 0,4346 atau BPL x 2,1852
BPL; TCP; TPL = P x 0,1997 atau P2O5 x 0,4576
Perkembangan dan Prospek Fosfat
Kegiatan pertambangan fosfat di Indonesia masih terbatas di Pulau Jawa dalam skala kecil, meskipun indikasi sumber daya fosfat terdapat di Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua. Data tahun 1990 – 1992 mencatat 35 perusahaan SIPD (Surat Izin Pertambangan Daerah), yaitu di Provinsi Jawa Barat (7), Jawa Tengah (6), dan Jawa Timur (22).Produksi fosfat Indonesia dalam kurun 1982 – 1994 mengalami penurunan, bahkan tahun 1994 hanya 445 ton. Salah satu penyebabnya adalah produksi yang tidak berkelanjutan karena cadangan yang sedikit dan tersebar.
Salah satu pertambangan yang cukup besar (PT IKI) di Jawa Barat mulai tahun 1996 diperkirakan akan memproduksi fosfat dengan kapasitas sampai 700 ribu ton per tahun.
Dalam kurun 1981 – 1994, impor fosfat Indonesia lebih dari 13 juta ton, bernilai lebih $ US 700 juta, dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar 19,33% dan 18,01%. Pada tahun 1992,
kebutuhan fosfat yang berasal dari impor mencapai 99,1%.
Pada setiap Repelita, sektor pertanian selalu mendapat prioritas utama untuk dikembangkan. Untuk PJP II ini, penekanan di bidang pertanian adalah kepada perluasan tanaman pangan, lahan pertanian serta pemanfaatan lahan kering dan sebagainya yang didukung oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyediaan sarana dan prasarana.
Pembangunan berbagai proyek di atas sebagian telah menampakkan hasil nyata bahkan cenderung dapat melakukan ekspor komoditi hasil pertanian tertentu. Di sisi lain, hal ini membuat konsumsi pupuk fosfat meningkat.
Pada tahun 1982, kebutuhan fosfat adalah 328,8 ribu ton menjadi 1,97 juta ton tahun 1992, dengan laju pertumbuhan tahunan 25,80%. Tahun 1985 merupakan awal lonjakan permintaan fosfat Indonesia, yaitu dimulainya produksi asam fosfat untuk bahan baku pupuk TSP yang selama ini masih diimpor. Nilai konsumsi fosfat pun mengalami peningkatan, dan pada tahun 1992 mencapai Rp 170 miliar.
Konsumsi fosfat pada industri pupuk mencapai 94 – 97% dari total konsumsi Indonesia, sisanya di luar industri pupuk mencapai 35.000 – 40.000 ton per tahun, atau 3 – 4% dari total konsumsi fosfat. Indonesia juga mengekspor fosfat dengan negara tujuan Republik of China atau Taiwan.
Sementara itu, antara harga fosfat impor dan fosfat ekspor relatif tidak jauh berbeda. Hal ini menandakan fosfat Indonesia sebenarnya mampu bersaing dan tidak kalah mutunya dengan fosfat impor.
dan 489 ribu ton tahun 1994. Akan tetapi apabila melihat jumlah konsumsi fosfat yang tinggi tahun 1992, dan produksi yang kecil, ada kemungkinan tingkat impor) tahun 1993 –1994 lebih besar lagi. Perbedaan tersebut kemungkinan besar terjadi karena banyaknya stok fosfat dari impor tahun - tahun sebelumnya.
Di Indonesia, sebagai negara agraris yang sedang mengarah ke agrobisnis, keberadaan industri pupuk fosfat akan sangat menunjang sektor pertanian sebagai konsumen pupuk. Dengan demikian, prospek pemakaian fosfat di Indonesia dalam PJP II diperkirakan masih akan terus meningkat.
Hal ini sesuai dengan program sektor pertanian yang tertera dalam GBHN 1993, di antaranya:
Dalam kurun 1981 – 1994, impor fosfat Indonesia lebih dari 13 juta ton, bernilai lebih $ US 700 juta, dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar 19,33% dan 18,01%. Pada tahun 1992,
kebutuhan fosfat yang berasal dari impor mencapai 99,1%.
Pada setiap Repelita, sektor pertanian selalu mendapat prioritas utama untuk dikembangkan. Untuk PJP II ini, penekanan di bidang pertanian adalah kepada perluasan tanaman pangan, lahan pertanian serta pemanfaatan lahan kering dan sebagainya yang didukung oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyediaan sarana dan prasarana.
Pembangunan berbagai proyek di atas sebagian telah menampakkan hasil nyata bahkan cenderung dapat melakukan ekspor komoditi hasil pertanian tertentu. Di sisi lain, hal ini membuat konsumsi pupuk fosfat meningkat.
Pada tahun 1982, kebutuhan fosfat adalah 328,8 ribu ton menjadi 1,97 juta ton tahun 1992, dengan laju pertumbuhan tahunan 25,80%. Tahun 1985 merupakan awal lonjakan permintaan fosfat Indonesia, yaitu dimulainya produksi asam fosfat untuk bahan baku pupuk TSP yang selama ini masih diimpor. Nilai konsumsi fosfat pun mengalami peningkatan, dan pada tahun 1992 mencapai Rp 170 miliar.
Konsumsi fosfat pada industri pupuk mencapai 94 – 97% dari total konsumsi Indonesia, sisanya di luar industri pupuk mencapai 35.000 – 40.000 ton per tahun, atau 3 – 4% dari total konsumsi fosfat. Indonesia juga mengekspor fosfat dengan negara tujuan Republik of China atau Taiwan.
Sementara itu, antara harga fosfat impor dan fosfat ekspor relatif tidak jauh berbeda. Hal ini menandakan fosfat Indonesia sebenarnya mampu bersaing dan tidak kalah mutunya dengan fosfat impor.
dan 489 ribu ton tahun 1994. Akan tetapi apabila melihat jumlah konsumsi fosfat yang tinggi tahun 1992, dan produksi yang kecil, ada kemungkinan tingkat impor) tahun 1993 –1994 lebih besar lagi. Perbedaan tersebut kemungkinan besar terjadi karena banyaknya stok fosfat dari impor tahun - tahun sebelumnya.
Di Indonesia, sebagai negara agraris yang sedang mengarah ke agrobisnis, keberadaan industri pupuk fosfat akan sangat menunjang sektor pertanian sebagai konsumen pupuk. Dengan demikian, prospek pemakaian fosfat di Indonesia dalam PJP II diperkirakan masih akan terus meningkat.
Hal ini sesuai dengan program sektor pertanian yang tertera dalam GBHN 1993, di antaranya:
1. Pembangunan pertanian tanaman pangan terus ditingkatkan untuk lebih memantapkan swasembada pangan, dan pendapatan masyarakat, antara lain : melalui peningkatan produktivitas usaha tani, perluasan lahan pertanian, pemanfaatan lahan kering, pekarangan,
dan rawa dengan didukung oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyediaan sarana prasarana yang makin memadai, penanganan pasca-panen yang makin efisien dan kebijaksanaan harga yang sesuai.
2. Pembangunan perkebunan dilanjutkan untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Program Sektor Pertanian diatas memberikan gambaran bahwa permintaan pupuk fosfat diperkirakan akan meningkat di masa mendatang. Bank Dunia dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan memperkirakan bahwa permintaaan fosfat Indonesia tahun 2000 akan mencapai sekitar 3 juta ton.
Di Indonesia, Direktorat Sumberdaya Mineral nampaknya mengalami masalah dalam membiayai penelitian sumber daya fosfat yang baru. Adanya dukungan dari USGS (United States of Geological Survey), dalam mengembangkan cadangan fosfat dan industri pertambangan fosfat di Indonesia, terutama di Sidamulih, Ciamis (PT. IKI) diperkirakan prospek pertambangan fosfat di Indonesia cukup baik.
USGS berpendapat bahwa jumlah cadangan fosfat dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan BPPT (40 juta ton) dapat ditentukan secara lebih besar lagi, apabila digunakan peralatan canggih yang dimiliki USGS. Jika hasil survei menunjukkan kelayakan, ada dua
perusahaan besar AS yang akan ikut mengembangkan pertambangan fosfat di Indonesia dengan teknik yang lebih maju. Kedua perusahaan tersebut adalah Freeport dan Jacob Engineering.
dan rawa dengan didukung oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyediaan sarana prasarana yang makin memadai, penanganan pasca-panen yang makin efisien dan kebijaksanaan harga yang sesuai.
2. Pembangunan perkebunan dilanjutkan untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
Program Sektor Pertanian diatas memberikan gambaran bahwa permintaan pupuk fosfat diperkirakan akan meningkat di masa mendatang. Bank Dunia dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan memperkirakan bahwa permintaaan fosfat Indonesia tahun 2000 akan mencapai sekitar 3 juta ton.
Di Indonesia, Direktorat Sumberdaya Mineral nampaknya mengalami masalah dalam membiayai penelitian sumber daya fosfat yang baru. Adanya dukungan dari USGS (United States of Geological Survey), dalam mengembangkan cadangan fosfat dan industri pertambangan fosfat di Indonesia, terutama di Sidamulih, Ciamis (PT. IKI) diperkirakan prospek pertambangan fosfat di Indonesia cukup baik.
USGS berpendapat bahwa jumlah cadangan fosfat dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan BPPT (40 juta ton) dapat ditentukan secara lebih besar lagi, apabila digunakan peralatan canggih yang dimiliki USGS. Jika hasil survei menunjukkan kelayakan, ada dua
perusahaan besar AS yang akan ikut mengembangkan pertambangan fosfat di Indonesia dengan teknik yang lebih maju. Kedua perusahaan tersebut adalah Freeport dan Jacob Engineering.
Dengan demikian, Indonesia dapat menggunakan potensi fosfatnya untuk mengurangi ketergantungan terhadap fosfat impor, dan meningkatkan kemampuan penggunaan fosfat untuk yang lebih luas lagi. Untuk itu, perlu dilakukan survei di lain tempat untuk mendukung survei pendahuluan.
Hasil dari kerjasama antara BPPT dan USGS akan dipakai sebagai acuan untuk menentukan posisi Indonesia terhadap pasokan fosfat pada tahun 2000. Dana yang diperlukan untuk eksplorasi lanjutan diperkirakan sebesar 4 juta dolar AS.
Faktor yang cukup berpengaruh dalam penentuan harga fosfat adalah jarak dari produsen ke konsumen, dan kualitas fosfat (% BPL). Di masa depan diperkirakan harga fosfat dunia akan mengalami sedikit penurunan atau paling tidak stabil, selama belum terjawabnya isu lingkungan, larangan pemakaian fosfat dan substitusi fosfat untuk deterjen oleh zeolit di negara-negara maju.
Hasil dari kerjasama antara BPPT dan USGS akan dipakai sebagai acuan untuk menentukan posisi Indonesia terhadap pasokan fosfat pada tahun 2000. Dana yang diperlukan untuk eksplorasi lanjutan diperkirakan sebesar 4 juta dolar AS.
Faktor yang cukup berpengaruh dalam penentuan harga fosfat adalah jarak dari produsen ke konsumen, dan kualitas fosfat (% BPL). Di masa depan diperkirakan harga fosfat dunia akan mengalami sedikit penurunan atau paling tidak stabil, selama belum terjawabnya isu lingkungan, larangan pemakaian fosfat dan substitusi fosfat untuk deterjen oleh zeolit di negara-negara maju.
Di lain pihak, harga fosfat diperkirakan akan mengalami sedikit kenaikan sehubungan dengan meningkatnya penggunaan fosfat untuk makanan ternak.
Fosfat (P) merupakan suatu bahan utama nutrisi (Kalium dan Nitrogen), yang dalam pemakaiannya harus diolah dengan menambahkan asam, yang akan menghasilkan berbagai produk pupuk, berdasarkan persentase campuran nitrogen, fosfat dan potas cair.
Semua produk pupuk tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau dikombinasikan dengan sejumlah potas untuk membuat pupuk campuran atau pupuk kompon.
Dalam dunia perdagangan, fosfat dipasarkan dengan kandungan P2O5, antara 4 – 42%, dan nilai batuan fosfat lebih dari 20% P2O5. Penilaian kadar P2O5 ditentukan atas dasar BPL (Bone Phosphate of Lime) yang identik dengan prosentase Ca3(PO4)2, sekitar 2,1853 x persent P2O5.
Sampai saat ini, kegiatan pertambangan fosfat Indonesia masih terbatas di P. Jawa, walaupun indikasi keberadaan sumber daya fosfat terdapat pula di Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua. Sementara itu, produksi fosfat Indonesia sampai 1994 masih sangat kecil, hanya 445 ton.
Rendahnya produksi fosfat karena sumber daya yang sedikit dan produksi yang tidak berkelanjutan, sedangkan permintaan fosfat hampir mencapai 2 juta ton tahun 1992. Dengan demikian, konsumen masih mengandalkan kebutuhannya terhadap fosfat impor yang tahun 1994 mencapai 1,6 juta ton, bahkan mungkin lebih.
Di kawasan ASEAN, cadangan fosfat selain terdapat di Indonesia, juga terdapat di Filipina, Malaysia, dan Thailand, tetapi jumlahnya sedikit. Sementara itu, konsumsinya berkisar antara 500 – 700 ribu ton per tahun, kecuali Thailand (di bawah 20.000 ton).
Cadangan fosfat dunia tahun 1993, tercatat 12 miliar ton dari cadangan dasar sebesar 34
milyar. dan diperkirakan akan bertambah dengan ditemukannya cadangan fosfat di kawasan Afrika bagian Utara dan Barat, serta Timur Tengah. Cadangan fosfat terbesar terdapat di pesisir Kontinental, Laut Atlantik dan Kepulauan Pasifik.
Amerika Serikat, CIS, Maroko dan Cina merupakan produsen utama dunia yang menghasilkan sekitar 76% dari total produksi dunia sebesar 138,9 juta ton. Produksi fosfat dunia selama 4 tahun terakhir ini mengalami penurunan yang disebabkan menurunnya permintaan, terutama akibat ditutupnya pabrik-pabrik asam fosforik dan di kawasan Eropa Barat; situasi politik di kawasan Eropa Timur (sekutu Uni Soviet dahulu); juga dihentikannya impor fosfat oleh importir terbesar dunia, yaitu : Cina, India, dan Rusia.
Di kawasan ASEAN, cadangan fosfat selain terdapat di Indonesia, juga terdapat di Filipina, Malaysia, dan Thailand, tetapi jumlahnya sedikit. Sementara itu, konsumsinya berkisar antara 500 – 700 ribu ton per tahun, kecuali Thailand (di bawah 20.000 ton).
Cadangan fosfat dunia tahun 1993, tercatat 12 miliar ton dari cadangan dasar sebesar 34
milyar. dan diperkirakan akan bertambah dengan ditemukannya cadangan fosfat di kawasan Afrika bagian Utara dan Barat, serta Timur Tengah. Cadangan fosfat terbesar terdapat di pesisir Kontinental, Laut Atlantik dan Kepulauan Pasifik.
Amerika Serikat, CIS, Maroko dan Cina merupakan produsen utama dunia yang menghasilkan sekitar 76% dari total produksi dunia sebesar 138,9 juta ton. Produksi fosfat dunia selama 4 tahun terakhir ini mengalami penurunan yang disebabkan menurunnya permintaan, terutama akibat ditutupnya pabrik-pabrik asam fosforik dan di kawasan Eropa Barat; situasi politik di kawasan Eropa Timur (sekutu Uni Soviet dahulu); juga dihentikannya impor fosfat oleh importir terbesar dunia, yaitu : Cina, India, dan Rusia.
Bahkan Rusia telah muncul sebagai eksportir fosfat baru. Selain itu, adanya perluasan dari produsen ke arah pabrik pengolahan dan bertambahnya penjualan produk pupuk, sehingga mengimpor produk akhir lebih menguntungkan daripada bahan baku fosfat. Isu lingkungan yang muncul di negara maju ikut menurunkan produksi fosfat.
Di lain pihak, sumber fosfatnya sendiri merupakan hal penting dengan perolehan produk akhir berupa fosfo-gipsum dari hasil sampingan pengolahan fosfat. Seperti diketahui, bahwa fosfat sedimen mengandung tingkat impuritis yang tinggi daripada fosfat apatit (batuan beku), seperti cadmium dan arsenik yang merusak lingkungan.
Berdasarkan studi pendahuluan oleh BPPT bekerja sama dengan Konsorsium Perancis tahun 1989, di Pulau Jawa diperkirakan terdapat cadangan fosfat sebesar 40 juta ton. Selain itu, diperkirakan juga terdapat endapan fosfat tipe marin.
Ditinjau dari sisi ilmu geologi ada keterkaitan antara Pulau Christmas dan Kepulauan di Indonesia. Oleh karena itu, dimungkinkan keberadaan endapan fosfat Indonesia jauh lebih besar lagi, karena Pulau Christmas dengan luas wilayah yang kecil saja mempunyai cadangan fosfat sebesar 100 juta ton.
Dengan jumlah cadangan fosfat terduga tersebut, prospek industri fosfat di Indonesia di masa mendatang diperkirakan akan dapat mengurangi impor fosfat yang semakin meningkat atau mungkin menghentikannya.
Dengan demikian, upaya pemenuhan kebutuhan fosfat domestik sebesar 2,96 juta ton per tahun pada tahun 2000, diharapkan akan dapat dicapai apabila eksplorasi lanjutan yang menurut rencana akan dilaksanakan oleh lembaga bantuan survai Amerika Serikat (USGS) menampakkan hasil seperti yang diduga.
Di lain pihak, sumber fosfatnya sendiri merupakan hal penting dengan perolehan produk akhir berupa fosfo-gipsum dari hasil sampingan pengolahan fosfat. Seperti diketahui, bahwa fosfat sedimen mengandung tingkat impuritis yang tinggi daripada fosfat apatit (batuan beku), seperti cadmium dan arsenik yang merusak lingkungan.
Berdasarkan studi pendahuluan oleh BPPT bekerja sama dengan Konsorsium Perancis tahun 1989, di Pulau Jawa diperkirakan terdapat cadangan fosfat sebesar 40 juta ton. Selain itu, diperkirakan juga terdapat endapan fosfat tipe marin.
Ditinjau dari sisi ilmu geologi ada keterkaitan antara Pulau Christmas dan Kepulauan di Indonesia. Oleh karena itu, dimungkinkan keberadaan endapan fosfat Indonesia jauh lebih besar lagi, karena Pulau Christmas dengan luas wilayah yang kecil saja mempunyai cadangan fosfat sebesar 100 juta ton.
Dengan jumlah cadangan fosfat terduga tersebut, prospek industri fosfat di Indonesia di masa mendatang diperkirakan akan dapat mengurangi impor fosfat yang semakin meningkat atau mungkin menghentikannya.
Dengan demikian, upaya pemenuhan kebutuhan fosfat domestik sebesar 2,96 juta ton per tahun pada tahun 2000, diharapkan akan dapat dicapai apabila eksplorasi lanjutan yang menurut rencana akan dilaksanakan oleh lembaga bantuan survai Amerika Serikat (USGS) menampakkan hasil seperti yang diduga.
Jika hasil survai menunjukkan kelayakan, kemungkinan ada dua perusahaan Amerika Serikat, yaitu Freeport dan Jacob Engineering yang akan membantu mengembangkan pertambangan fosfat dengan teknologi yang lebih maju.
Dalam dunia perdagangan asam fosforik, jenis merchant grade (MGA) mempunyai prospek yang lebih baik daripada jenis super fosfat (SPA), terutama dalam hubungannya antara permintaan asam fosforik dengan produk-produk industri hilir seperti diammonium phosphate (DAP) dan mono ammonium phosphate (MAP).
Dalam dunia perdagangan asam fosforik, jenis merchant grade (MGA) mempunyai prospek yang lebih baik daripada jenis super fosfat (SPA), terutama dalam hubungannya antara permintaan asam fosforik dengan produk-produk industri hilir seperti diammonium phosphate (DAP) dan mono ammonium phosphate (MAP).
Di samping itu, harga SPA yang tinggi telah menyebabkan permintaan.DAP di beberapa negara menjadi turun drastis tahun 1992, yang berakibat ditutupnya sejumlah pabrik asam fosforik (SPA) karena dianggap sudah tidak ekonomis lagi.
Pemakaian fosfat untuk deterjen juga telah menurun drastis, karena hubungannya dengan tingkat kandungan gizi yang tinggi di sungai sungai dan danau-danau yang ditunjukkan oleh
tumbuhnya tanaman ganggang (eutrophication).
Di negara maju, pemakaian fosfat untuk pembuatan deterjen (STPP Sodium tripolyphosphate) telah dilarang meskipun telah ditemukan suatu teknologi yang dapat menangkap sekitar 70 – 80% fosfat hasil buangan serta dapat menghasilkan kalsium fosfat yang dapat di daur ulang. Para ahli mengusulkan zeolit dan polycarboxylate dapat dipakai sebagai pengganti fosfat untuk deterjen.
Adanya daur ulang limbah fosfat dapat merupakan ancaman terhadap jumlah permintaan dan pemasokan fosfat, khususnya STPP yang sudah menurun sejak tahun 1994.
Di negara maju, fosfat untuk keperluan ini akan terus menurun selama dampak terhadap alam sekitarnya belum teratasi. Meskipun demikian, negara-negara di Eropa Timur dan berkembang masih merupakan pasar yang prospek karena belum ada larangan.
Dewasa ini, telah ditemukan metode pelindihan yang lebih efektif untuk penambangan/pengolahan fosfat, yaitu vat leaching. Metode ini ditemukan dengan menggunakan konsep dasar dari proses frasch terhadap mineral belerang dan dapat juga dipakai terhadap bijih-bijih logam, serta bahan galian fosfat dengan menggunakan asam HCl dan HNO3 sebagai agen pelindih.
Keuntungan yang diperoleh dengan memakai teknologi eksploitasi in situ atau vat leaching
terhadap endapan fosfat, yaitu :
Pemakaian fosfat untuk deterjen juga telah menurun drastis, karena hubungannya dengan tingkat kandungan gizi yang tinggi di sungai sungai dan danau-danau yang ditunjukkan oleh
tumbuhnya tanaman ganggang (eutrophication).
Di negara maju, pemakaian fosfat untuk pembuatan deterjen (STPP Sodium tripolyphosphate) telah dilarang meskipun telah ditemukan suatu teknologi yang dapat menangkap sekitar 70 – 80% fosfat hasil buangan serta dapat menghasilkan kalsium fosfat yang dapat di daur ulang. Para ahli mengusulkan zeolit dan polycarboxylate dapat dipakai sebagai pengganti fosfat untuk deterjen.
Adanya daur ulang limbah fosfat dapat merupakan ancaman terhadap jumlah permintaan dan pemasokan fosfat, khususnya STPP yang sudah menurun sejak tahun 1994.
Di negara maju, fosfat untuk keperluan ini akan terus menurun selama dampak terhadap alam sekitarnya belum teratasi. Meskipun demikian, negara-negara di Eropa Timur dan berkembang masih merupakan pasar yang prospek karena belum ada larangan.
Dewasa ini, telah ditemukan metode pelindihan yang lebih efektif untuk penambangan/pengolahan fosfat, yaitu vat leaching. Metode ini ditemukan dengan menggunakan konsep dasar dari proses frasch terhadap mineral belerang dan dapat juga dipakai terhadap bijih-bijih logam, serta bahan galian fosfat dengan menggunakan asam HCl dan HNO3 sebagai agen pelindih.
Keuntungan yang diperoleh dengan memakai teknologi eksploitasi in situ atau vat leaching
terhadap endapan fosfat, yaitu :
1. Pelindihan batuan insitu, atau penambangan suatu deposit, penghancuran, dan cara pengolahan (heap dan vat leaching) merupakan suatu teknologi murah daripada pelindihan dalam bejana seperti dipraktekkan saat ini.
2. Pemakaian larutan HCl dan HNO3 sebagai agen pelindih walaupun lebih mahal dari pada H2SO4 yang biasa digunakan, tetapi menghasilkan beberapa keuntungan, yaitu modal dan ongkos operasi rendah; diperolehnya produk sampingan (gipsum); mempertinggi perolehan uranium, tanah jarang dan fluorin; mempertinggi kemungkinan dalam mengontrol radium dan produk-produk yang bersifat merusak.
3. Kolam matahari dapat digunakan untuk menguapkan hasil pelindihan yang akan menghasilkan monokalsium fosfat dan juga CaCl2 dan Ca(NO3)2 bergantung kepada jenis asam yang digunakan. Produk hasil penguapan berbentuk kristal-kristal CaCl2Ca(H2PO4)2. 2H2O atau Ca(NO3)2 Ca (H2PO4)2.2H2O. yang akan dikompos pada suhu 200 – 250°C untuk menghasilkan dikalsium fosfat sebagai produk fosfat berkadar tinggi yang laku di pasaran dengan kandungan P2O5 = 40%.
2. Pemakaian larutan HCl dan HNO3 sebagai agen pelindih walaupun lebih mahal dari pada H2SO4 yang biasa digunakan, tetapi menghasilkan beberapa keuntungan, yaitu modal dan ongkos operasi rendah; diperolehnya produk sampingan (gipsum); mempertinggi perolehan uranium, tanah jarang dan fluorin; mempertinggi kemungkinan dalam mengontrol radium dan produk-produk yang bersifat merusak.
3. Kolam matahari dapat digunakan untuk menguapkan hasil pelindihan yang akan menghasilkan monokalsium fosfat dan juga CaCl2 dan Ca(NO3)2 bergantung kepada jenis asam yang digunakan. Produk hasil penguapan berbentuk kristal-kristal CaCl2Ca(H2PO4)2. 2H2O atau Ca(NO3)2 Ca (H2PO4)2.2H2O. yang akan dikompos pada suhu 200 – 250°C untuk menghasilkan dikalsium fosfat sebagai produk fosfat berkadar tinggi yang laku di pasaran dengan kandungan P2O5 = 40%.
Sangat senang menerima kritik dan saran di kolom komentar untuk menyempurnakan artikel ini. Demikian ulasan singkat mengenai " Bahan Galian Industri: Fosfat " Semoga Bermanfaat.
Dp.
Post a Comment for "Bahan Galian Industri: Fosfat"